Jumat, 14 Februari 2014

1.Jarak safar yang terputus & air sedikit terkena percikan. Pak Abu yang rumahnya blitar dulunya anti ziarah Wali, tapi kini menjadi orang yang gemar berziarah, bahkan dia nekat membeli mini bus agar bisa pergi ziarah sendiri, Ketika bepergian Ziarah Wali 9 sesampainya di Ampel tiba-tiba dia sakit dan akhirnya menginap di penginapan selama 6 hari.Dalam kondisi sakit ketika bersuci dia sering menggunakan air yang di masak dulu supaya hangat Setelah sembuh Dia pun melanjutkan perjalanan, Setibanya di Semarang karena Sulitnya mencari air di wudhu dengan hanya menggunakan air sedikit( 1timba), pada saat basuhan pertama ada air yang menetes ketimba namun tidak ia perdulikan. Pertanyaan a.Mulai dari mana pak Abu Bisa menghitung jarak bepergian sehingga bisa menlakukan rukhshoh? b.Bagaimana hukumnya berwudlu meggunakan air yang masak ( hangat) ? c.Bagaimana hukumnya air sedikit terkena air musta’mal seperti dalam deskripsi? Jawaban : a.Mulai dari terlewatinya suurul balad ( batas desa ), Referensi : حاشية إعانة الطالبين - (2 / 114) وعبارة الروض وشرحه: ويحصل ابتداء السفر من بلد له سور بمفارقة سور البلد المختص به، ولو لاصقة من خارجه بنيان - أي عمران - أو مقابر أو احتوى على خراب ومزارع فتكفي مفارقة ما ذكر، لان ما كان خارجه - كالاولين - لا يعد من البلد، بخلاف ما كان داخله، كالآخرين.اهـ. Dan Ibarat yang ada dalam kitab al Raudl dan syarahnya :”Dan sudah hasil(terhitung) permulaan safar dari balad yang memiliki batas, dengan terpisahnya dari batas desa yang sudah di tentukan, walaupun batas tersebut gandeng dengan pemukiman, pemakaman atau di batas desa itu lahan kosong atau persawahan, maka dalam hal ini cukup dengan berpisah dari hal-hal tersebut, karena sesuatu yang sudah berada di luar batas tidak di hitung sebagai balad, berbeda dengan sesuatu yang ada di dalamnya. Kemudian tentang batasan waktu sampai kapan seorang musafir masih di perbolehkan melakukan rukhshoh terjadi perbedaan pendapat di anta ulama’, sebagian ulama’ mengatakan sampai 18 hari, ada lagi yang mengatakan sampai 4 hari, ada juga yang berpendat selamanya dalam waktu bepergian. حاشيتا قليوبي وعميرة - (3 / 428) ( وَلَوْ أَقَامَ بِبَلَدٍ ) أَوْ قَرْيَةٍ ( بِنِيَّةِ أَنْ يَرْحَلَ إذَا حَصَلَتْ حَاجَةٌ يَتَوَقَّعُهَا كُلَّ وَقْتٍ قَصَرَ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ يَوْمًا ) لِأَنَّهُ { صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَامَهَا بِمَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ لِحَرْبِ هَوَازِنَ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد .( وَقِيلَ : ) قَصَرَ ( أَرْبَعَةً ) فَقَطْ .....( وَفِي قَوْلٍ ) قَصَرَ ( أَبَدًا ) أَيْ بِحَسْبِ الْحَاجَةِ لِظُهُورِ أَنَّهُ لَوْ زَادَتْ حَاجَتُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الثَّمَانِيَةَ عَشَرَ لَقَصَرَ فِي الزَّائِدِ أَيْضًا .(....الي ان قال وَلَا يَخْفَى أَنَّ الْأَرْبَعَةَ لَا يُحْسَبُ مِنْهَا يَوْمُ الدُّخُولِ .وَكَذَا يُقَالُ فِي الثَّمَانِيَةَ عَشَرَ . Apabila seorang musafir telah iqomah di suatu balad, atau qoryah dengan niat akan kembali apabila sudah tercapai apa yang menjadi tujuanya yang di harapkan setiap saat, maka boleh mengqoshor selama 18 hari, karena sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bermukim di Makkah pada Amul Fath untuk perang hawazin da mengqoshor sholat.HR.Abi Dawud Ada ulama’ yang mengatakan hanya boleh mengqoshor hanya selama empat hari, ada lagi yang mengatakan boleh mengqoshor selama masa bepergian sesuai dengan kebutuhan, nampak dari hadits , andaikan hajat Rosulullah lebih dari 18 hari maka selebihnya juga akan mengqoshor…sampai kepada perkataan..tidak ada kesamaran lagi bahwa empat hari yang di maksud adalah selain hari datang begitu juga dengan 18 hari. b. Sah dan tidak makruh حاشية البجيرمي على المنهاج - (1 / 87) ( وَكُرِهَ شَدِيدُ حَرٍّ وَبَرْدٍ ) مِنْ زِيَادَتِي أَيْ اسْتِعْمَالُهُ لِمَنْعِهِ الْإِسْبَاغَ نَعَمْ إنْ فَقَدَ غَيْرَهُ وَضَاقَ الْوَقْتُ وَجَبَ أَوْ خَافَ مِنْهُ ضَرَرًا حَرُمَ ، وَخَرَجَ بِالشَّدِيدِ الْمُعْتَدِلُ وَلَوْ مُسَخَّنًا بِنَجِسٍ فَلَا يُكْرَهُ Dan di makruhkan memakai air yang sangat panas atau dingin….benar di katakan semacam itu jika tidak ada yang lain dan waktunya hampir habis maka wajib, namun jika kawatir akan terjadi bahaya maka haram. Kecuali air tersebut tidak terlalu panas walaupun di masak dengan sesuatu yang najis maka tidak di makruhkan c.Air musta’mal yang bercampur dengan air lainnya baik airnya kurang atau lebih dari dua Qullah maka hukum air yang tercampuri terdapat beberapa pendapat ulama sebagai berikut : 1.Bila diperkirakan pencampurannya mengakibatkan perubahan maka tidak dapat dipakai mensucikan lagi, bila tidak mengalami perubahan masih bisa dipakai mensucikan, ini pendapat yang paling shahih. 2.Bila air musta’mal yang mencampuri lebih sedikit maka masih bisa dipakai mensucikan lagi, bila lebih banyak atau sepadan maka tidak bisa dipakai mensucikan lagi. 3.Bila air musta’mal yang mencampuri banyak dan membuat perubahan maka tidak dapat digunakan bersuci bila sedikit maka masih bisa REFERENSI : 1. I’aanah at-Thoolibiin I/37 2. Fath al-Qariib 3. Raudhatut Tholibiin 5. Al-Fiqh al-Islaam I/238 6. Al-Mughni I/44 حاشية إعانة الطالبين - (1 / 38) واعلم أن شروط الاستعمال أربعة، تعلم من كلامه: قلة الماء واستعماله فيما لا بد منه، وأن ينفصل عن العضو، وعدم نية الاغتراف في محلها وهو في الغسل بعد نيته، وعند مماسة الماء لشئ من بدنه.فلو نوى الغسل من الجنابة ثم وضع كفه في ماء قليل ولم ينو الاغتراف صار مستعملا.وفي الوضوء بعد غسل الوجه وعند إرادة غسل اليدين، فلو لم ينو الاغتراف حينئذ صار الماء مستعملا. Ada empat syarat air bisa dikatakan musta’mal: (1) Volume air sedikit (kurang dari dua qullah), (2) Sudah pernah digunakan dalam rukun wajib thoharoh, (3) sudah terpisah dari anggota, (4) tidak ada niat Ightirof (nyiduk:Jawa), Ightirof dalam wudlu di lakukan ketika memasukkan tangan ke dalam wadah air ataupun ketika anggota tubuh menyentuh air. Dan ightirof di dalam wudlu di lakukan setelah mmembasuh wajah dan ketika hendak membasuh kedua tangan, I’aanah at-Thoolibiin I/37 =============== روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج 1 / ص 3) فرع إذا اختلط بالماء الكثير أو القليل مائع يوافقه في الصفات كماء الورد المنقطع الرائحة وماء الشجر والماء المستعمل فوجهان أصحهما إن كان المائع قدرا لو خالف الماء في طعم أو لون أو ريح لتغير التغير المؤثر يسلب الطهورية وإن كان لا يؤثر مع تقدير المخالفة لم يسلب. والثاني إن كان المائع أقل من الماء لم يسلب وإن كان أكثر منه أو مثله سلب وحيث لم يسلب فالصحيح أنه يستعمل الجميع وقيل يجب أن يبقى قدر المائع وقيل إن كان الماء وحده يكفي لواجب الطهارة فله استعمال الجميع وإلا بقي. Ketika tercampur pada air banyak ataupun sedikit, cairan yang serupa sifatnya dengan air tsb semisal air mawar yang tak berbau lagi dan air tanaman dan AIR MUSTA'MAL maka ada dua pendapat : Pendapat ke-1(pertama) dan Yang shahih : jika cairan tersebut DIPERKIRAKAN saat mencampuri memiliki rasa, warna atau bau dapat merubah dengan perubahan yang dianggap (perubahan yang besar) maka terlepaslah ke-thohuronnya (kesucianya), dan jika diperkirakan tidak berpengaruh maka tidak menghilangkan thohurnya. Pendapat ke-2, jika cairan tersebut lebih sedikit dari air yang dicampurinya maka tidak terpengaruh thahurnya, dan jika cairannya lebih banyak atau setara maka hilang thahurnya. Maka pendapat yang shahih boleh menggunakan air tersebut (yang telah tercampur)keseluruhannya. Dan qiila : Wajib menyisakan air tsb sebanyak cairan yang mencampuri. Dan qiila : Jika air tanpa pencampur cukup untuk membasuh bagian yang wajib maka boleh menggunakan seluruhnya, dst... Raudhah at-Thoolibiin I/3 ================== الفقه الاسلام ج 1 ص 238 ويعفى عن يسير الماء المستعمل الواقع في الماء؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلم وأصحابه كانوا يتوضؤُون من الأقداح، ويغتسلون من الجفان، واغتسل النبي وعائشة من إناء واحد، تختلفأيديهما فيه، كل واحد منهما يقول لصاحبه: أبق لي، ومثل هذا لا يسلم من رشاش يقع في الماء. فإن كثر الواقع وتفاحش لم تجز الطهارة به على الرواية الراجحة، وهو مذهب الشافعية أيضاً كما بينت Dan dima’fu (diampuni) sedikitnya air musta’mal yang jatuh kedalam air karena baginda nabi shallallaahu alaihi wsallam dan para sahabat biasa wudhu dengan air dari gelas, dan mandi dengan air dari mangkuk besar, dan baginda nabi bersama ‘Aisyah sering mandi bersama dalam satu wadah air , tangan keduanya saling bergantian didalamnya, saling berkata dengan pasangannya “tuangkan untukku..!” Yang semacam ini tentu tidak akan terselamatkan dari percikan-percikan dalam air. Bila percikan yang jatuh tersebut banyak dan membuat keruh maka tidak boleh bersuci memakainya menurut riwayat yang kuat, pendapat ini juga pendapat madzhab syafi’iyyah seperti yang telah kami jelaskan dimuka. Al-Fiqh al-Islaam I/238 ============================= المغني الجزء 1 ص 144 فصل : و ان كان الواقع في الماء ماء مستعملا عفي عن يسيره قال إسحاق بن منصور قلت لأحمد الرجل يتوضأ فينضح من وضوئه في إنائه ؟ قال لا بأس به قال إبراهيم النخعي : لا بد من ذلك ونحوه عن الحسن وهذا ظاهر حال النبي صلى الله عليه و سلم وأصحابه لأنهم كانوا يتوضؤون من الاقداح والانوار ويغتسلون من الجفان وقد روي أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يغتسل هو وميمونة من جفنة فيها أثر العجين واغتسل هو وعائشة من اناء واحد تختلف أيديهما في كل واحد منهما يقول لصاحبه أبق لي ومثل هذا لا يسلم من رشاش يقع في الماء وان كثر الواقع تفاحش منع على إحدى الروايتين وقال أصحاب الشافعي إن كان الأكثر المستعمل منع وإن كان الأقل لم يمنع PASAL BILA AIR KEJATUHAN AIR MUSTA’MAL Dan bila air kejatuhan air musta’mal maka dima’fu (diampuni) sedikitnya air yang jatuh.... baginda nabi shallallaahu alaihi wsallam dan para sahabat biasa wudhu dengan air dari gelas, dan mandi dengan air dari mangkuk besar, dan baginda nabi bersama ‘Aisyah sering mandi bersama dalam satu wadah air , tangan keduanya saling bergantian didalamnya, saling berkata dengan pasangannya “tuangkan untukku..!”Yang semacam ini tentu tidak akan terselamatkan dari percikan-percikan dalam air.Bila percikan yang jatuh tersebut banyak dan membuat keruh maka tidak boleh bersuci memakainya menurut riwayat yang kuat.Para Ashab as-Syafi’i berkata :“Bila air musta’malnya yang lebih banyak maka dilarang (bersuci dengannya), bila lebih sedikit maka tidak dilarang”. Al-mughni i/44.

Sabtu, 01 Februari 2014

Males ngaji Gemar Aurodan


1.      Males ngaji Gemar Aurodan.
Inilah yang terjadi di masyarakat kita, kecenderungan orang untuk mengikuti berbagai  amalan seperti manakiban, sholawatan, serta aurad-aurad  yang lain lebih besar dari pada mempelajari ilmu-ilmu yang fardlu ain, yang seharunya lebih di utamakan, lebih-lebih pada usia sekolah.
 Pertanyaan :
a.       Bagaimakah mengajak anak-anak untuk mengikuti kegiatan seperti dalam deskripsi , sehingga melalaikan belajar yang fardlu ain ?
b.      Bagaimanakah sikap kita seandainya ada seorang tokoh yang terus menerus mengajak anak-anak untuk mengikuti kegiatan sebagaimana dalam deskripsi dan tidak mengarahkanya untuk mengaji ?
Jawabanya :
a.       Kalau sampai Meninggalkan belajar ilmu yang fardlu (wajib) maka di haramkan. kalau tidak sampai meninggalkannya atau meninggalkan belajar ilmu yang tidak fardlu (wajib) maka boleh hanya saja tarku afdlol (meninggalkan sesuatu yang lebih utama).
Maka yang afdlol adalah belajar dulu baru setelah itu melakukan kesunnahan.
b.      Amar Ma’ruf.
Referensi :
بداية الهداية ص 9
اعلم أن أوامر الله تعالى فرائض ونوافل؛ فالفرض رأس المال، وهو أصل التجارة وبه تحصل النجاة، والنفل هو الربح وبه الفوز بالدرجات، قال صلى الله عليه وسلم: (يقول الله تبارك وتعالى: (ما تقرب إلي المتقربون بمثل أداء ما افترضت عليهم، ولا يزال العبد يتقرب إلى بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به، ولسانه الذي ينطق به، ويده التي يبطش بها، ورجله التي يمشي بها).
Ketahuilah bahwa perintah Allah ada yang fardlu dan ada yang sunnah. Maka yang fardlu adalah modal, dengan modal ini akan memperoleh keuntungan.Dan Sunnah adalah keuntungan dan dengan keuntungan ini bisa memperoleh derajat, Nabi Muhammad SAW berkata : “ Allah SWT berkata : ”
Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda, hikayat dari Allah ‘azza wa jalla, “Para mutaqarrib (orang-orang yang mendekatkan diri pada Allah) tidak mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah Aku wajibkan kepada mereka dan hambu-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, Aku menjadi pendengaran, pengelihatan, lisan, tangan dan kaki baginya.
سلم التوفيق ص 18
( ويجب عليه أيضا ) أي على من مر (تعليمهما ) أي الصبي والصبية ( ما يجب عليهما ) أي وما يندب لهما من سائر شرائع الإسلام ويجب أمرهما بذلك فهو واجب في الواجب ومندوب في المندوب اهـ
Dan di wajibkan lagi kepada mereka mengajar anak-anaknnya yang kecil apa yang wajib baginya ( shobi/shobiyah) juga halnya dengan sesuatu yang sunnah bagi keduanya dari syari’at-syari’at islam, dan wajib bagi orang tua/ wali memerintah shobi shobiyah untuk melakukan syari’at tersebut, maka memerintah ini wajib atas sesuatu yang wajib, sunnah atas sesuatu yang sunnah.
جامع العلوم ص : 3
وليس له ان ينتقل الى ما هو فرض كفاية قبل اتمام ماهو فرض عين عليه والى ما هو ليس بفرض قبل اتمام ما هو فرض عليه
Tidak di perbolehkan bagi mukallaf kepada yang fardlu kifayah sebelum sempurna yang fardlu ain dan kepada sesuatu yang sunnah/selain fardlu sebelum menyempurnakan yang fardlu.
تحفة المحتاج الجزء العاشر ص: 210
(تنبيه) ينبغي أن يكون من الكبائر ترك تعلم ما يتوقف عليه صحة ما هو فرض عين عليه لكن من المسائل الظاهرة لا الخفية
Baiklah di katakan termasuk dosa besar meninggalkan belajar sesuatu yang menjadikan sahnya fardlu  ain baginya akan tetapi dari masalah yang dhohir bukan yang khofi.
Begitu juga referensi kitab-kitan lain :
إحياء علوم الدين - (ج 1 / ص 14)
واختلف الناس في العلم الذي هو فرض على كل مسلم فتفرقوا فيه أكثر من عشرين فرقة ولا نطيل بنقل التفصيل ولكن حاصله أن كل فريق نزل الوجوب على العلم الذي هو بصدده إلى أن قال .....وبكيفية الوجوب
 والذي ينبغي أن يقطع به المحصل ولا يستريب فيه ما سنذكره وهو أن العلم كما قدمناه في خطبة الكتاب ينقسم إلى علم معاملة وعلم مكاشفة وليس المراد بهذا العلم إلا علم المعاملة والمعاملة التي كلف العبد العاقل البالغ العمل بها ثلاثة اعتقاد وفعل وترك فإذا بلغ الرجل العاقل بالاحتلام أو السن ضحوة نهار مثلا فأول واجب عليه تعلم كلمتي الشهادة وفهم معناهما وهو قول لا إله إلا الله محمد رسول الله وليس يجب عليه أن يحصل كشف ذلك لنفسه بالنظر والبحث وتحرير الأدلة بل يكفيه أن يصدق به ويعتقده جزما من غير اختلاج ريب واضطراب نفس وذلك قد يحصل بمجرد التقليد والسماع من غير بحث ولا برهان إذ اكتفى رسول الله صلى الله عليه و سلم من أجلاف العرب بالتصديق والإقرار من غير تعلم
فإذا فعل ذلك فقد أدى واجب الوقت وكان العلم الذي هو فرض عين عليه في الوقت تعلم الكلمتين وفهمهما وليس يلزمه أمر وراء هذا في الوقت بدليل أنه لو مات عقيب ذلك مات مطيعا لله عز و جل غير عاص له وإنما يجب غير ذلك بعوارض تعرض وليس ذلك ضروريا في حق كل شخص بل يتصور الانفكاك وتلك العوارض إما أن تكون في الفعل وإما في الترك وإما في الاعتقاد اهـ