MATERI BAHTSUL MASAIL
KONFERENSI WILAYAH NU JAWA TIMUR TAHUN 2013
KOMISI QANUNIYAH
1.
Wasiat
al Wajibah
Deskripsi
Masalah :
Pasal
209 qyqt (1) komplilasi Hukum Islam di Indonesia membukak peluang terhadap
orang tua angkat untuk di berikan “wasiat wajibah”sebanyak banyaknya 1/3 dari
harta warisan anak angkatnya .pada ayat (2) membuka peluang wasiat wajibah
terhadap anak angkat sebanyak banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua
angkatnya.
Semangat
pengaturan hukum tersebut mengabdosu penafsiran QS al baqoroh 180 fersi madzhab
zhohiri sekira ayah /ibu kandung terhalang untuk menerima hak waris atau sekira
kerabat termasuk anak kandung terhalang karna berbeda agama (islam)dengan
pewaris sesuai pasal 171 ayat c, demikian pula cucu terhalang (mahjub) oleh
anak kandung.seperti di ataur dalam qonun al wasiyah negara mesir pasal 71tahun
1946.wasiat wajibah versi Qonun mesir tersebut mendasarkan diri pada madzhab
abu hanifah.
Pengaturan
wasiat wajibah dalam KHI tercermin merekyasa Hukum adad atau bercerlijk wetboek
yang memperlakukan ayah /ibu angkat dan anak angkat sejajar sengan ayah ibu
kandung.perkakuan hukum demikian menceritakan perlawanan dengan QS al ahzab 4
“
ما جعل أدعيا ءكم أبناءكم "
Dia
tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).
Dan
sebab nuzulul QS al ahzab 40 terkait anak angkat zahid bin harisah.
ماكان محمد أبا أحد من رجالكم لكن رسول
الله وخاتم النبيين
“Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”
2.
Mempertajam Status
Dar dan Daulah Indonesia
Deskripsi
Masalah :
Indonesia sejak kemerdekaannya telah menganut system pemerintahan
presidential yang meliputi 3 lembaga yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif
dangan menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara.
NKRI
(Negara Kesatuan Repuplik Indonesia ) meskipun sebagian daerah
di bawah kekuasaan NKRI dihukumi Darul Islam karena
pernah dikuasai orang islam seperti Demak,
Betawi dan kebanyakan pulau
Jawa,
sebagaimana diuungkapkan oleh Mufti dari Yaman sayyid Abdurrohman
bin Muhammad al Hadromi
dalam kitab Bughyatul Mustarsidin
hal. 254
Akan
tetapi di dalam kekuasaan NKRI ada beperapa dairah yang tidak dapat di katagorikan Dar
islam karna tidak pernah di kuasai orang islam bahkan orang islam belum bebas menyiarkan agama dan menjalamkan hukum
islam dengan leluasa seperti di pulau
Bali
Pertanyaan
;
a.
Jika Daulah di negara Indonesia bukan
Daulah
islamiyyah lalu di sebut dengan Daulah apa?
b.
Adakah dalam
rumusan figh sebuah negara yang darnya dihukumi Islam namun Daulahnya bukan
islamiyyah?
c.
Dasar apa
negara dapat dihukumi Dar
al-Islam
atau Dar
al-Kufri?
d.
Ketika
Dar islam dan Darulkufri dijadikan satu dalam Negara Kesatuan Republik bisakah Darul kufri dihukumi Darul Islam karena
melihat penduduk Muslim lebih banyak setelah digabungkan? Atau masing
masing DAR memiliki hukum sendiri sendiri (yang kufri tetap DARUL KUFRI dan
yang Islam
tetap DARUL ISLAM)? Atau melihat hukum yang di jalankan dalam Negara Kesatuan
Republik tersebut?
e.
Dasar apa yang
melegalkan penggabungan Darul Kufri dengan Darul Islam dalam
Negara Kesatuan Republik?
3.
Sita Asset
sebagai Sanksi Tindak Pidana
Deskripsi Masalah :
Hukum positif Indonesia menjadikan sita
asset, pemblokiran rekening bank, pencekalan pelaku tindak pidana korupsi dan
pencucian uang untuk bepergian ke luar negeri sebagai sanksi hukum. Apabila
merujuk pada hadd sariqah terjadi polemik di kalangan fuqaha tentang
ancaman pengembalian barang hasil curian atau setara pengganti kepada pemilik.
Demikian pula terjadi khilaf sekitar sanksi hadd al-hirabah dan
pembebanan gharamah (ganti rugi), manakala terpidana sudah menjalani
hadd. Bahkan anak yang lahir dari pemerkosaan tertutup bagi peluang nasab
dengan pihak pemerkosa.
Pertanyaan:
a.
Perlukah pengusutan sumber dana
terkait status milku al-tamm menurut hukum Islam?
b.
Tergolong pidana apakah pebuatan
pencucian uang dalam hazanah fiqih Islam?
c.
Barang bukti hasil tindak
kejahatan, bolehkah digolongkan sebagai “mawarid al-dawlah”?
4.
Pakta Integritas
Anti Poligami
Deskripsi Masalah :
Euforia tuntutan
publik terhadap partai politik dan kader legislatif menjurus pada pakta
integritas moral, semisal kontrak politik dan pakta integritas anti poligami.
Untuk yang disebut terakhir merupakan inisiatif parpol, karena PP. No. 10/1983
dan PP. No. 45/1990 tidak menjangkau pejabat negara, melainkan sebatas PNS dan
pegawai negeri sipil perempuan untuk dijadikan isteri kedua dan seterusnya.
Pertanyaan:
a.
Dapatkah kontrak
politik, pakta integritas anti poligami dan sejenisnya dijadikan dasar
pemakzulan pejabat negara yang melanggarnya berdasar hukum Islam?
b.
Proses politik
berlangsung kolektif dan tunduk pada mekanisme partai politik yang diwakili
oleh seseorang anggota legislatif. Apa ukuran pemenuhan kontrak politik yang
menjadi acuan?
c.
Sekira poligami
menempuh cara ilegal (di bawah tangan/sirri) apakah bisa dibatalkan karena
melanggar syarat integritas yang bersangkutan?
5.
Anak Luar Nikah
dan Jabatan Publik
Deskripsi
Masalah :
Beberapa sanksi moral telah
dilekatkan fuqaha pada anak yang lahir dari perzinaan. Antara lain: larangan
menjabat pimpinan ritual keagamaan (imam shalat fardhu), menjabat saksi atas
perkara hadd, dan lain-lain). Wajar bila warga masyarakat mempergunjingkan
Bupati yang berlatar belakang anak zina, atau pejabat publik yang ketahuan
punya WIL/ berselingkuh, atau mempunyai usaha lokalisasi PSK.
Pertanyaan:
a.
Benarkah status
anak luar nikah versi hukum Islam terlarang memangku jabatan publik atau
kedudukan imamah sughra? Apa landasan argumentasi syar’inya?
b.
Sebagai korban,
layakkah yang bersangkutan memikul beban dosa orang yang melahirkannya bila
dirujuk pada QS. al-An’am 164, al-Isra’ 15, al-Zumar 7, dan al-Najmu 38?
c.
Hadis
bersubstansi “anak zina tak bakal masuk surga hingga tujuh turunan” tergolong
palsu?
6.
Perlindungan
Pengusaha Domestik
Deskripsi Masalah :
Sebagai antisipasi terhadap pemberlakuan
pasar bebas (pakta AFTA) perlu diimbangi dengan proteksi terhadap produk lokal
dan pengusaha domestik. Impor komoditas tertentu dibatasi, di samping pemakaian
komponen lokal serta penyediaan lapangan kerja dan berbagai kebijakan
pengaturan lain.
Pertanyaan:
a.
Seberapa jauh
negara harus memproteksi bidang usaha domestik, sebab peluang membuka rumah
sakit/usaha sektor pendidikan/ penguasaan saham oleh pihak asing/ pembelian hak
guna bangunan dan lain-lain justeru berdampak pada kecemburuan sosial dan bisa
mematikan pasar produk lokal ?
b.
Tergolong
proteksikah bila terjadi monopoli oleh BUMN atau pihak asing diperbolehkan
membuka usaha eksplorasi sumber daya alam, penguasaan sektor perkebunan dalam
skala massif, pembelian surat utang negara (SUN) oleh pihak WNA dan sebagainya?
c.
Adakah norma
Islam terkait jaminan sosial (dhoman al-mujtama’) oleh negara, termasuk
hutang guna menutup anggaran belanja negara?
7.
Sengketa Hak
Asuh Anak
Deskripsi Masalah :
Pengadilan di
Indonesia sering menangani sengketa hak asuh anak pasca perceraian orang tua
mereka. Pangkal sengketa bermuara pada perkawinan campuran (WNI versus WNA)
atau saat anak berusia peralihan dari balita ke mumayyiz atau sebab perceraian
karena perselingkuhan.
Pertanyaan:
a.
Adakah pedoman
hadhanah terkait perbedaan status kewarganegaraan pasangan suami-isteri?
b.
Mungkinkah
pertimbangan agama suami/isteri dijadikan solusi untuk memenangkan hak hadhanah
pada pekawinan campuran?
c.
Bagaimana
batasan birru al-walidain oleh anak yang orang tuanya bercerai agar
merealisasikan perintah وصاحبهـما فى الدنيا معـروفا (wa shahibhuma fi al-dunya ma’rufan) (QS. Luqman 15)?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar