Senin, 27 Mei 2013

ASILAH KOMISI QONUNIYAH


MATERI BAHTSUL MASAIL
KONFERENSI WILAYAH NU JAWA TIMUR TAHUN 2013
KOMISI QANUNIYAH

1.        Wasiat al Wajibah
Deskripsi Masalah :
Pasal 209 qyqt (1) komplilasi Hukum Islam di Indonesia membukak peluang terhadap orang tua angkat untuk di berikan “wasiat wajibah”sebanyak banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya .pada ayat (2) membuka peluang wasiat wajibah terhadap anak angkat sebanyak banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Semangat pengaturan hukum tersebut mengabdosu penafsiran QS al baqoroh 180 fersi madzhab zhohiri sekira ayah /ibu kandung terhalang untuk menerima hak waris atau sekira kerabat termasuk anak kandung terhalang karna berbeda agama (islam)dengan pewaris sesuai pasal 171 ayat c, demikian pula cucu terhalang (mahjub) oleh anak kandung.seperti di ataur dalam qonun al wasiyah negara mesir pasal 71tahun 1946.wasiat wajibah versi Qonun mesir tersebut mendasarkan diri pada madzhab abu hanifah.
Pengaturan wasiat wajibah dalam KHI tercermin merekyasa Hukum adad atau bercerlijk wetboek yang memperlakukan ayah /ibu angkat dan anak angkat sejajar sengan ayah ibu kandung.perkakuan hukum demikian menceritakan perlawanan dengan QS al ahzab 4 “                                   
ما جعل أدعيا ءكم أبناءكم "
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).
Dan sebab nuzulul QS al ahzab 40 terkait anak angkat zahid bin harisah.
ماكان محمد أبا أحد من رجالكم لكن رسول الله وخاتم النبيين
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu
2.        Mempertajam Status Dar dan Daulah Indonesia
Deskripsi Masalah :
Indonesia sejak kemerdekaannya telah menganut system pemerintahan presidential yang meliputi 3 lembaga yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif dangan menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara.
NKRI (Negara Kesatuan Repuplik Indonesia ) meskipun sebagian daerah di bawah kekuasaan NKRI dihukumi Darul  Islam karena pernah dikuasai orang islam seperti Demak, Betawi dan kebanyakan pulau Jawa, sebagaimana diuungkapkan oleh Mufti dari Yaman  sayyid Abdurrohman bin Muhammad al Hadromi dalam kitab Bughyatul Mustarsidin hal. 254
Akan tetapi di dalam kekuasaan NKRI ada beperapa  dairah yang tidak dapat di katagorikan Dar islam karna tidak pernah di kuasai orang islam bahkan orang islam belum  bebas menyiarkan agama dan menjalamkan hukum islam  dengan leluasa seperti di pulau Bali
Pertanyaan ;
a.    Jika Daulah di negara Indonesia bukan Daulah islamiyyah lalu di sebut dengan Daulah apa?
b.    Adakah dalam rumusan figh sebuah negara yang darnya dihukumi Islam namun Daulahnya bukan islamiyyah?
c.    Dasar apa negara dapat dihukumi Dar al-Islam atau Dar al-Kufri?
d.   Ketika Dar islam dan Darulkufri dijadikan satu dalam Negara Kesatuan Republik  bisakah Darul kufri dihukumi Darul Islam karena melihat penduduk Muslim lebih banyak setelah digabungkan? Atau masing masing DAR memiliki hukum sendiri sendiri (yang kufri tetap DARUL KUFRI dan yang Islam tetap DARUL ISLAM)? Atau melihat hukum yang di jalankan dalam Negara Kesatuan Republik tersebut?
e.    Dasar apa yang melegalkan penggabungan Darul Kufri dengan Darul Islam dalam Negara Kesatuan Republik?
3.        Sita Asset sebagai Sanksi Tindak Pidana
Deskripsi Masalah :
Hukum positif Indonesia menjadikan sita asset, pemblokiran rekening bank, pencekalan pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang untuk bepergian ke luar negeri sebagai sanksi hukum. Apabila merujuk pada hadd sariqah terjadi polemik di kalangan fuqaha tentang ancaman pengembalian barang hasil curian atau setara pengganti kepada pemilik. Demikian pula terjadi khilaf sekitar sanksi hadd al-hirabah dan pembebanan gharamah (ganti rugi), manakala terpidana sudah menjalani hadd. Bahkan anak yang lahir dari pemerkosaan tertutup bagi peluang nasab dengan pihak pemerkosa.
Pertanyaan:
a.    Perlukah pengusutan sumber dana terkait status milku al-tamm menurut hukum Islam?
b.    Tergolong pidana apakah pebuatan pencucian uang dalam hazanah fiqih Islam?
c.    Barang bukti hasil tindak kejahatan, bolehkah digolongkan sebagai “mawarid al-dawlah”?
4.     Pakta Integritas Anti Poligami
Deskripsi Masalah :
Euforia tuntutan publik terhadap partai politik dan kader legislatif menjurus pada pakta integritas moral, semisal kontrak politik dan pakta integritas anti poligami. Untuk yang disebut terakhir merupakan inisiatif parpol, karena PP. No. 10/1983 dan PP. No. 45/1990 tidak menjangkau pejabat negara, melainkan sebatas PNS dan pegawai negeri sipil perempuan untuk dijadikan isteri kedua dan seterusnya.
Pertanyaan:
a.    Dapatkah kontrak politik, pakta integritas anti poligami dan sejenisnya dijadikan dasar pemakzulan pejabat negara yang melanggarnya berdasar hukum Islam?
b.    Proses politik berlangsung kolektif dan tunduk pada mekanisme partai politik yang diwakili oleh seseorang anggota legislatif. Apa ukuran pemenuhan kontrak politik yang menjadi acuan?
c.    Sekira poligami menempuh cara ilegal (di bawah tangan/sirri) apakah bisa dibatalkan karena melanggar syarat integritas yang bersangkutan?
5.     Anak Luar Nikah dan Jabatan Publik
Deskripsi Masalah :
Beberapa sanksi moral telah dilekatkan fuqaha pada anak yang lahir dari perzinaan. Antara lain: larangan menjabat pimpinan ritual keagamaan (imam shalat fardhu), menjabat saksi atas perkara hadd, dan lain-lain). Wajar bila warga masyarakat mempergunjingkan Bupati yang berlatar belakang anak zina, atau pejabat publik yang ketahuan punya WIL/ berselingkuh, atau mempunyai usaha lokalisasi PSK.
Pertanyaan:
a.    Benarkah status anak luar nikah versi hukum Islam terlarang memangku jabatan publik atau kedudukan imamah sughra? Apa landasan argumentasi syar’inya?
b.    Sebagai korban, layakkah yang bersangkutan memikul beban dosa orang yang melahirkannya bila dirujuk pada QS. al-An’am 164, al-Isra’ 15, al-Zumar 7, dan al-Najmu 38?
c.    Hadis bersubstansi “anak zina tak bakal masuk surga hingga tujuh turunan” tergolong palsu?
6.     Perlindungan Pengusaha Domestik
Deskripsi Masalah :
Sebagai antisipasi terhadap pemberlakuan pasar bebas (pakta AFTA) perlu diimbangi dengan proteksi terhadap produk lokal dan pengusaha domestik. Impor komoditas tertentu dibatasi, di samping pemakaian komponen lokal serta penyediaan lapangan kerja dan berbagai kebijakan pengaturan lain.
Pertanyaan:
a.    Seberapa jauh negara harus memproteksi bidang usaha domestik, sebab peluang membuka rumah sakit/usaha sektor pendidikan/ penguasaan saham oleh pihak asing/ pembelian hak guna bangunan dan lain-lain justeru berdampak pada kecemburuan sosial dan bisa mematikan pasar produk lokal ?
b.    Tergolong proteksikah bila terjadi monopoli oleh BUMN atau pihak asing diperbolehkan membuka usaha eksplorasi sumber daya alam, penguasaan sektor perkebunan dalam skala massif, pembelian surat utang negara (SUN) oleh pihak WNA dan sebagainya?
c.    Adakah norma Islam terkait jaminan sosial (dhoman al-mujtama’) oleh negara, termasuk hutang guna menutup anggaran belanja negara?
7.     Sengketa Hak Asuh Anak
Deskripsi Masalah :
Pengadilan di Indonesia sering menangani sengketa hak asuh anak pasca perceraian orang tua mereka. Pangkal sengketa bermuara pada perkawinan campuran (WNI versus WNA) atau saat anak berusia peralihan dari balita ke mumayyiz atau sebab perceraian karena perselingkuhan.
Pertanyaan:
a.    Adakah pedoman hadhanah terkait perbedaan status kewarganegaraan pasangan suami-isteri?
b.    Mungkinkah pertimbangan agama suami/isteri dijadikan solusi untuk memenangkan hak hadhanah pada pekawinan campuran?
c.    Bagaimana batasan birru al-walidain oleh anak yang orang tuanya bercerai agar merealisasikan perintah وصاحبهـما فى الدنيا معـروفا (wa shahibhuma fi al-dunya ma’rufan) (QS. Luqman 15)?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar